Upaya mencari solusi mitigasi konflik satwa liar dan manusia

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Monyet ekor panjang (Guilhem DE COOMAN/flickr)

Peristiwa konflik yang terjadi antara warga dengan satwa liar, memang sering kita dengar, khususnya di wilayah-wilayah yang berbatasan dengan hutan lindung, hutan konservasi, atau hutan taman nasional.

Seperti misalnya di Kabupaten Tapanuli Utara. penampakan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang jalur jelajahnya di seputaran kawasan hutan Batang Toru–termasuk Kabupaten Tapanuli Utara–kerap juga muncul.

Pada Oktober 2022 lalu, SMP Negeri 4 Pangaribuan, di Desa Pancur Natolu, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, kedatangan satwa liar jenis Siamang (Symphalagus syndactylus) di lingkungan sekolah itu.

Kehadirannya bukan hanya mengganggu, tapi juga  mengganggu proses belajar mengajar. Untung saja tim gabungan dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara melalui Seksi Konservasi Wilayah IV Tarutung saat itu bersama dengan lembaga mitra kerjasama Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) berhasil menghalaunya dengan melakukan pengusiran.

Mengutip keterangan dari Balai Besar KSDA Sumatra Utara, konflik warga dengan satwa liar jenis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) sangat sering terjadi dan menyerang lahan pertanian atau perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara yang dianggap masyarakat sebagai hama.

  Upaya masyarakat adat menjaga alam dengan tradisi keramat

Upaya mitigasi

Siamang (istockphoto)

Tingginya intensitas konflik warga dengan satwa liar, mendorong pihak-pihak terkait untuk membahasnya dalam forum resmi.

Selasa (23/5/2023), dengan difasilitasi lembaga YOSL-OIC bersama dengan Dinas  Lingkungan Hidup Tapanuli Utara telah dilaksanakan Focus Grup Discusion (FGD) Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa liar di aula Kantor Bupati Tapanuli Utara.

Dengan mengundang Balai Besar KSDA Sumatra Utara sebagai pembicaram, FGD ini diikuti jajaran Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara/UPD Kabupaten Tapanuli Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang konservasi hutan dan satwa serta masyarakat Tapanuli Utara. 

Acara tersebut bertujuan untuk membahas permasalahan dan penanggulangan–mitigasi–konflik manusia dan satwa liar di Kabupaten Tapanuli Utara, serta membangun kesepakatan antara multi pihak guna bekerjasama dalam penanganan konflik manusia dan satwa liar.

Upaya itu tentu untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan baik terhadap perekonomian, sosial dan konservasi alam, serta menyusun rencana aksi penanganan konflik satwa.

Pembentukan satgas mitigasi

Pada kesempatan ini Balai Besar KSDA Sumatera Utara melalui Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV Tarutung, Manigor Lumbantoruan, SP. menyampaikan pemaparan terkait konflik yang terjadi, faktor penyebab serta solusi penanganannya.

  Cerita sebuah desa yang menjaga pohon jati denok selama 300 tahun

Manigor juga mengajak seluruh UPD di Kabupaten Tapanuli Utara maupun LSM/NGO serta masyarakat agar berkolaborasi dalam penanganan konflik manusia dengan satwa liar.

Misalnya dengan tidak melakukan kegiatan perburuan dan pemasangan jerat, mengingat jerat bisa mengancam keselamatan satwa liar termasuk jenis yang dilindungi, serta mengamankan ternak-ternak peliharaan dengan cara mengkandangkannya.

Melalui FGD ini seluruh peserta  berharap ada tindak lanjut dengan terbentuknya Satgas Mitigasi Konflik Manusia dan Satwa Liar di Kabupaten Tapanuli Utara yang melibatkan berbagai unsur/pihak, sehingga konflik bukan hanya bisa ditangani tetapi juga bisa dicegah dan diminimalisir dampaknya.

Artikel Terkait

Berdaya