Setelah menempuh perjalanan hampir 7 jam menggunakan “Oto” (mobil) dari Kota Kupang, tim Qurban Traveler Nusantara (QTN) yang terdiri dari Furi (SalamAid) dan Kiya (#PelajarRelawan) akhirnya tiba di Oe Ue.
Perjalanan dimulai dari melewati jalur aspal hotmix, tanah merah bebatuan khas perkampungan yang disambut dengan kabut tebal dan guyuran hujan, hingga kendaraan yang langsung membelah sungai tanpa jembatan.
Ba I Manu (33 tahun) , seorang driver yang mengantarkan tim sampai lokasi mengatakan, “Akhirnya, su selesai kita melewati jalan yang menyakitkan ini,” ucapnya.
Kehangatan dan semangat gotong-royong yang kental
Menuju Oe Ue, Tim QTN SalamAid melintasi kampung mayoritas non muslim dengan simbol keagamaan nya di beberapa titik.
Dibarengi dengan keramahan masyarakatnya ketika “Oto” kami melewati suatu keramaian yang ternyata rumah tersebut sedang berduka. Namun duka itu tak mengurangi keramahannya terhadap siapapun yang terlihat dihadapannya.
Sejatinya, pelaksanaan kurban ini merupakan yang kali ke-3 di Oe Ue. Namun suasana dan kehangatannya membuat tim kami selalu ingin kembali lagi.
Kiya, 15 tahun #PelajarRelawan merasakan hal yang sama, “Aku tertarik dengan Rumah Bulat. Rumah nya hangat, unik dan dipakai untuk menyimpan bahan makanan bahkan daging qurban untuk diasap. Setiap rumah disini, pasti di belakang rumah nya ada Rumah Bulat,” ucapnya.
Gotong Royong masyarakat muslim di Oe Ue ini patut diacungi jempol. Mereka tidak akan pulang sebelum proses kurban selesai, bahkan para mamak –ibu-ibu–angsung mengambil peran untuk memasak hasil daging kurban.
“Saat Idul Adha, kami biasanya makan bersama setelah proses qurban selesai. Kami pun mengundang makan bersama masyarakat non muslim disini untuk menikmati olahan daging qurban, ” ucap Zulkarnain (51 tahun).
Hidup berdampingan dengan toleransi masyarakat di sana cukup tinggi, membuat semangat gotong-royong semakin kental terasa dan semakin menambah keberkahan distribusi hewan kurban di pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terima kasih sahabat baik.