Belakangan ini isu lingkungan dan sosial makin menarik perhatian masyarakat, tak terkecuali dalam dunia bisnis. Berbagai inovasi bisnis dan teknologi yang berdampak pada lingkungan dan sosial makin banyak bermunculan.
Hal tersebut didorong oleh banyaknya investor yang tertarik dengan produk atau bisnis yang bisa memberikan dampak positif untuk lingkungan dan sosial.
Startup berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) pun terus bermunculan di Indonesia. Mulai dari yang berfokus pada manajemen sampah, perubahan iklim, hingga energi terbarukan sudah banyak bermunculan.
Sebelum masuk pada daftar startup berbasis ESG di Indonesia, kita pahami dulu, apa itu sebetulnya definisi dari startup berbasi ESG.
Startup berbasis ESG

ESG adalah istilah umum yang digunakan di pasar modal. Ketiga faktor tersebut digunakan oleh investor untuk mengukur keberlanjutan dan dampak etis dari hasil investasi dari bisnis atau perusahaan.
Startup berbasis ESG dapat diartikan sebagai sebuah bisnis yang tidak hanya mementingkan keuntungan, tetapi juga fokus memberikan dampak positif bagi lingkungan dan sosial.
Adapun cakupannya adalah sektor-sektor yang disasar dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), seperti penanganan perubahan iklim, ekosistem lautan, ekosistem daratan, dst.
Selain dapat memberi solusi pada masyarakat tentang isu lingkungan dan sosial, startup ESG juga mempunyai kelebihan ketimbang startup lain yang bergerak di bidang yang umum.
Tak heran, banyak investor yang mulai melirik bisnis di sektor ESG. Selain itu, berdasarkan Katadata.co.id, potensi pasar dari bisnis yang berdampak sosial sangat tinggi, bisa mencapai 100 triliun rupiah.
Daftar startup berbasis ESG di Indonesia
Di Indonesia sendiri sudah banyak bermunculan startup yang berfokus mendorong peran ESG. Berikut di antaranya:
1. Aruna
Aruna merupakan startup ESG Indonesia yang didirikan pada tahun 2016 dan berfokus untuk menghubungkan nelayan lokal ke pasar yang lebih luas dengan menggunakan teknologi yang canggih. Perusahaan yang didirikan oleh Farid Naufal Aslam tersebut memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia pada tahun 2045.
Pada tahun 2021, Aruna telah mengembangkan 100 komunitas nelayan yang terdiri dari sekitar 26 ribu anggota di 75 lokasi di Indonesia. Aruna juga telah beroperasi di 27 provinsi di Indonesia, atau dengan kata lain sudah menjangkau 70% wilayah Indonesia.
2. Pitik
Pitik merupakan startup yang mulai beroperasi tahun 2021 atas inisiasi Arief Witjaksono dan berfokus untuk memajukan dan menyejahterakan peternak ayam di Indonesia. Pitik memberikan layanan berbasis teknologi untuk mengelola peternakan ayam dan menghasilkan ayam yang berkualitas tinggi.
Pitik menawarkan tiga solusi teknologi dalam platformnya, yakni:
- Farm IoT, yaitu sensor yang terhubung dan perangkat IoT yang dipasang di kandang untuk menyajikan informasi real-time ke aplikasi.
- Pitik Farm Algorithm yang didukung dengan kecerdasan buatan untuk mengoptimalkan kinerja di kandang, dan
- Pitik Digital Assistant yang bisa memberikan rekomendasi peningkatan performa dan memantau kondisi kandang.
3. Waste4Change
Waste4Change adalah startup ESG yang berfokus pada pengelolaan sampah di masyarakat. Perusahaan yang didirikan oleh Mohamad Bijaksana Junerosano pada 2014 itu telah mengelola lebih dari delapan juta kg sampah yang berasal dari klien perusahaan dan individu.
Waste4Change juga memiliki berbagai layanan, seperti layanan pengumpulan sampah ke tempat pembuangan akhir, in-store recycling, digital EPR, penelitian pengelolaan sampah, hingga jual beli sampah dengan mudah.
Dengan berbagai layanan itu, Waste4Change ingin menjadi pemimpin dalam menyediakan solusi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
4. Octopus
Octopus merupakan startup yang fokus di bidang pengelolaan sampah yang didirikan oleh seorang public figure, Hamish Daud, bersama beberapa koleganya pada 2020. Octopus menempatkan diri sebagai platform aggregator bagi industri untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul.
Octopus pun telah melayani hampir 200 ribu pengguna yang tersebar di berbagai kota, seperti Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Bali, dan Makassar. Selain itu, Octopus juga sudah bekerja sama dengan lebih dari 1.700 bank sampah dan 14.500 pelestari.
5. Gringgo
Gringgo adalah startup yang berfokus pada penangan sampah dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Startup yang berbasis di Bali ini didirikan oleh Febriadi Pratama dan sudah beroperasi sejak tahun 2014 dengan nama awal Cash for Trash.
Gringgo mengembangkan aplikasi berbasis teknologi kecerdasan buatan untuk mengenali jenis dan nilai jual sampah hanya dengan melihat fotonya. Teknologi tersebut membuat para pengumpul sampah bekerja lebih efisien. Layanan lain yang ditawarkan oleh Gringgo, di antaranya, G-Collect dan Envi.
6. ZWID
Zerowaste id atau ZWID adalah komunitas berbasis online yang didirikan oleh Maurilla Imron dan Kirana Agustina pada 2018. ZWID sendiri bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia menjalani gaya hidup nol sampah atau zero waste lifestyle.
ZWID aktif menyebarkan penerapan pola pikir bijak dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan 6R (Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, dan Rot). Selain itu ZWID juga menjadi wadah berkumpulnya individu, penggiat lingkungan, komunitas, dan semua pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.
7. BLUE
BLUE atau singkatan dari Bina Usaha Lintas Ekonomi merupakan startup besutan Abu Bakar Abdul Karim yang berfokus pada bidang energi terbarukan. Perusahaan yang berdiri sejak 2018 itu menyediakan solusi satu atap untuk barang dan jasa energi terbarukan melalui marketplace Warung Energi.
Lain itu, BLUE juga menyediakan layanan B2B untuk sistem energi surya secara komersial, industrial, maupun tersentralisasi bagi wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia.
8. Xurya
Startup ESG berikutnya adalah Xurya yang berdiri sejak 2018. Startup ini berfokus pada layanan B2B untuk penggunaan energi surya. Startup yang didirikan oleh Eka Himawan itu menyediakan listrik yang berasal dari panel surya untuk cold storage, hotel, hingga pusat perbelanjaan.
Xurya sendiri telah mengoperasikan sekitar 83 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang tersebar di berbagai lokasi. Klien yang dilayaninya pun berasal dari berbagai industri, seperti F&B, consumer goods, pertanian, otomotif, baja, bahan bangunan, tekstil, dan lain-lain.
9. Jejak.in
Jejak.in merupakan startup yang berfokus pada penanganan perubahan iklim menggunakan teknologi Internet of things (IoT) dan Artificial Intelligences (AI).
Startup yang didirikan oleh Arfan Alandra pada 2018 itu sudah memiliki berbagai layanan, seperti tree and carbon storage monitoring platform, carbon calculator, dan tree and carbon offset marketplace.
Dengan berbagai fitur tersebut, masyarakat dapat mengetahui perkembangan perubahan iklim dan emisi karbon dengan real-time.
10. Nafas
Nafas adalah startup climate change yang didirikan oleh Piotr Jakubowski dan Zulu Nathan Roestandy pada 2018. Startup ini dapat menghadirkan kondisi dan situasi iklim serta emisi karbon secara real-time dengan akurasi yang tepat dan akurat.
Nafas memiliki 46 sensor yang dapat memperbaharui data kualitas udara setiap 20 menit dan tersebar di Jabodetabek. Data yang dihadirkan Nafas adalah kadar Air Quality Index (AQI) dan Particulate Matter (PM).
11. Siklus
Siklus merupakan startup yang menyediakan layanan isi ulang kebutuhan rumah tangga yang ramah lingkungan. Startup yang dibangun oleh Jane Marlen von Rabenau pada 2019 itu memfasilitasi pengisian ulang produk rumah tangga, sehingga dapat mengurangi permasalahan limbah.
Para pelanggan dapat memilih produk rumah tangga, seperti sabun cuci atau sabun lantai melalui aplikasi Siklus. Kemudian, motor isi ulang akan mendatangi rumah pelanggan dan pelanggan dapat menggunakan wadah isi ulang yang dimiliki. Sayangnya, hingga saat ini Siklus hanya tersedia pada area Jabodetabek.
12. Izifill
Izifill adalah startup ESG yang memiliki visi untuk mengurangi sampah plastik di masyarakat, terutama botol minuman. Startup yang didirikan oleh Ichsan Mulia di 2020 itu menyediakan water station berbasis IoT (internet of things), sehingga bisa dioperasikan tanpa harus menyentuh dan cukup diakses melalui aplikasi Refill My Bottle.
Water station dari Izifill berbentuk seperti dispenser yang dapat menyajikan air dingin dan panas. Kualitas air higienis dan harga yang lebih murah dari air botol kemasan biasa, menjadi kelebihan Izifill. Sehingga masyarakat hanya butuh tumbler minuman saja dan dapat mengurangi sampah botol plastik.
13. Duitin
Duitin adalah startup ESG yang didirikan oleh Agy pada 2019 dan berfokus pada pengelolaan sampah. Aplikasi Duitin dibuat dengan tujuan memudahkan pengelolaan sampah daur ulang menggunakan fasilitas penjemputan oleh picker.
Duitin juga menggagas gerakan untuk memilah, mengumpulkan, dan mengelola sampah, melalui proses daur ulang. Hingga saat ini, Duitin mengklasifikasikan sampah daur ulang yang dapat dikelola menjadi enam jenis, yaitu plastik, karton, kaca, minyak jelantah, kaleng alumunium, dan kotak multi-layer.
Sebagai reward, Duitin akan memberikan Duitin Coin kepada kontributor yang dapat dicairkan ke rekening bank atau e-wallet.