Amerika Serikat resmi mengizinkan penjualan daging ayam sintetis. Tidak seperti daging asli, daging buatan ini tidak melewati proses penyembelihan hewan, melainkan dibudidayakan di laboratorium. Caranya, daging dikembangkan memlalui sel hewan, kemudian ditumbuhkan dalam bioreaktor besar dengan bantuan nutrisi seperti asam amino.
CNN menulis, konsumsi daging sintetis bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggembalaan, penanaman pakan ternak, dan limbah hewan.
Bahkan Departemen Pertanian AS telah memberikan persetujuan untuk dua merek dagang yang mendistribusikan daging ayam jenis ini, yakni Upside Foods dan Good Meat untuk mulai memproduksi dan menjual daging ayam sintetis yang mereka kembangkan.
Bagaimana prosesnya?

Dalam produksi daging ayam sintetis, sekelompok sel hewan yang disebut sel stam atau sel induk diisolasi dari hewan hidup. Kemudian, sel-sel ini ditempatkan dalam lingkungan yang terkontrol di dalam laboratorium dan diberi nutrisi serta faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.
Sel-sel tersebut kemudian berkembang biak secara in vitro dan membentuk jaringan otot yang menyerupai daging ayam konvensional. Proses ini memakan waktu dan memerlukan kondisi lingkungan yang tepat, termasuk suhu, kelembaban, dan nutrisi yang diatur dengan cermat.
Usai jaringan otot terbentuk, daging ayam sintetis dapat dihasilkan melalui berbagai metode. Salah satu metode yang umum digunakan adalah dengan melakukan pembiakan sel dalam bioreaktor, yaitu suatu wadah yang menyediakan kondisi optimal untuk pertumbuhan dan produksi jaringan daging yang mirip dengan daging ayam konvensional.
tujuan pengembangan daging ayak sintesis
Salah satu tujuan utama di balik pengembangan daging ayam sintetis adalah untuk mengurangi dampak lingkungan dan kesejahteraan hewan yang terkait dengan industri peternakan konvensional. Produksi daging ayam konvensional diketahui menyebabkan deforestasi, polusi air, dan emisi gas rumah kaca yang tinggi.
Dengan pengembangan ini, diharapkan dapat mengurangi kebutuhan akan penggunaan lahan yang luas, penggunaan air yang besar, dan penggunaan sumber daya lainnya yang terkait dengan industri peternakan.
Selain itu, karena daging ayam sintetis diproduksi tanpa membunuh hewan, potensinya untuk mengurangi penderitaan hewan dalam rantai produksi pangan juga menjadi faktor penting.
Apa tantangannya?

Meski daging ayam sintetis menawarkan berbagai potensi manfaat, masih ada banyak tantangan yang harus diatasi sebelum daging ini dapat diadopsi secara luas. Beberapa tantangan tersebut meliputi skala produksi yang masih terbatas, biaya produksi yang tinggi, serta masalah regulasi produksi.
Saat ini, produksi daging ayam sintetis masih dalam skala kecil dan biaya produksi relatif tinggi. Namun, dengan adanya kemajuan teknologi dan peningkatan efisiensi produksi, diharapkan bahwa skala produksi dapat ditingkatkan sehingga daging ayam sintetis menjadi lebih terjangkau dan tersedia secara massal.
Hal lainnya adalah soal aspek keamanan pangan juga menjadi fokus dalam pengembangan daging ayam sintetis. Produk ini harus menjalani serangkaian uji coba dan pengujian untuk memastikan bahwa daging ayam sintetis aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh otoritas regulasi pangan.
Selain tantangan teknis dan regulasi, penerimaan dan kepercayaan konsumen juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan daging ayam sintetis.
Dalam masyarakat yang masih memiliki preferensi kuat terhadap daging ayam konvensional, penting untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada konsumen tentang manfaat dan keberlanjutan daging ayam sintetis.
Akan tetapi, walau masih banyak tantangan yang harus dihadapi, daging ayam sintetis memiliki potensi untuk menjadi alternatif yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani.
Dengan pengembangan teknologi yang lebih lanjut dan adopsi yang luas, diharapkan bahwa daging ayam sintetis dapat menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan hewan dalam industri pangan.