Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan bencana banjir rob yang terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Bencana skala besar ini terjadi pada hari Senin (23/5/2022), di kawasan pesisir, tepatnya wilayah Pelabuhan Tanjung Emas.
Sebenarnya, peristiwa banjir rob sendiri memang umum terjadi di Semarang setiap tahunnya. Mengutip Tempo, BMKG bahkan sudah mengeluarkan peringatan bencana tersebut di kawasan Pantai Utara Jawa pada kisaran tanggal 20-25 Mei.
Nahasnya, ada satu peristiwa yang membuat bencana kali ini kian parah, yakni jebolnya tanggul di kawasan sekitar, tepatnya tanggul PT Lamicitra Nusantara. Padahal Jika tanggul tidak jebol, sistem pompa yang ada diklaim mampu menangani banjir hingga ketinggian pasang 130 sentimeter.
1. Pengaruh gelombang tinggi
Selain karena siklus tahunan, ada beberapa faktor yang disebut jadi penyebab banjir rob kali ini lebih parah dari biasanya. Bahkan sampai mengancam keberadaan sekitar 8.000 KK warga Semarang.
Salah satu penyebabnya adalah fase periode pasang tinggi di bulan Mei, dengan gelombang yang mencapai 2 meter. Tinggi gelombang tersebut yang menerjang kawasan pesisir hingga akhirnya menjebol tanggul.
Keterangan lebih detail disampaikan oleh Retno Widyaningsih, selaku Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas.
“Ketinggian banjir rob yang bersamaan dengan gelombang tinggi hari ini tercatat 210 centimeter,” ujar Retno saat kejadian.
Dijelaskan jika banjir rob dan gelombang tinggi terjadi akibat siklus akhir bulan setelah purnama, dan kondisi bumi dengan bulan ada dalam posisi terdekat. Selain di Semarang, kondisi serupa juga melanda kawasan pesisir di Kabupaten Rembang, Pati, Demak, Pekalongan, hingga Tegal.
Kondisi gelombang tinggi itu sendiri sebelumnya diprediksi akan terus terjadi hingga 1-3 hari, dan mulai surut pada tanggal 26 Mei 2022. Adapun per hari ini (30/5), sejumlah kawasan yang tadinya dilaporkan terendam banjir perlahan sudah mulai kembali normal.
2. Fenomena perigee

Berhubungan dengan fase tingginya gelombang, ada satu lagi istilah dalam bidang meteorologi yang disebut menjadi penyebab parahnya banjir rob, yakni perigee. Apa itu perigee?
Menurut penjelasan Premana W. Premadi selaku Direktur Observatorium Bosscha, perigee adalah kondisi di mana titik posisi bulan berada paling dekat dengan bumi. Adapun kondisi tersebut biasanya terjadi pada fase tiap 28 hari sekali.
Selain perigee, ada pula apogee. Kebalikannya, istilah tersebut menggambarkan keadaan ketika posisi bulan berada di titik paling jauh dari bumi. Mengenai waktu, apogee terjadi sekitar 14 hari setelah perigee.
Bagaimana penjelasan perigee bisa disebut jadi penyebab banjir rob parah yang terjadi di Semarang?
Mengutip forestdigest, dijelaskan bahwa perigee berpengaruh terhadap ketinggian muka air laut lantaran bulan dan bumi memiliki gaya gravitasi. Ketika perigee terjadi pada saat matahari, bulan, dan bumi berada pada posisi segaris atau sejajar, pengaruhnya terhadap kenaikan muka air laut akan lebih besar.
“Ketika sedang dalam posisi perigee dan pada saat yang sama terjadi posisi segaris antara ketiga benda langit (matahari, bumi, dan bulan) ini, maka akan terjadi perigean-spring tide,” ujar Premana.
Namun sejatinya, kondisi tersebut juga tidak selalu menimbulkan banjir rob. Hal tersebut terbukti, karena berdasarkan catatan Fourmilab, di bulan Mei fenomena perigee terjadi tanggal 17 mei. Yang artinya fenomena sejajar matahari, bulan, dan bumi penyebab gelombang tinggi juga terjadi di pertengahan bulan Mei.
Sementara itu banjir rob yang diperparah dengan jebolnya tanggul kemarin baru terjadi di tanggal 23 Mei. Sehingga bisa dipastikan, jika banjir rob Semarang bukan disebabkan oleh fenomena perigee.
3. Penurunan tanah di Semarang

Sementara itu, ada hal lain yang lebih tepat disorot sebagai salah satu penyebab banjir rob yang terjadi, yakni kondisi penurunan tanah di Semarang. Nyatanya selain Jakarta, Semarang menjadi kota lain di Indonesia yang menghadapi ancaman tenggelam akibat penurunan tanah.
Data Badan Geologi Kementerian ESDM menunjukkan, pesisir Semarang mengalami penurunan tanah hingga 10 sentimeter per tahunnya. Dengan potensi amblas yang terus meluas, beberapa wilayah kota tersebut memiliki ancaman tenggelam pada tahun 2050.