Mengapa ikan sapu-sapu disebut paling tahan hadapi perubahan iklim?

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Ikan sapu-sapu (Nick Michalski/flickr)

Perubahan iklim bukan hanya bisa berdampak buruk bagi kehidupan manusia, tetapi juga makhluk hidup lain seperti hewan. Salah satu bentuk dampak buruk yang dimaksud adalah meningkatnya tingkat dan jumlah hewan yang terancam punah. Tapi, terdapat penelitian yang menyebut bahwa ada hewan yang tahan terhadap perubahan iklim, yakni ikan sapu-sapu.

Di Indonesia, ikan sapu-sapu sendiri dikenal sebagai jenis hewan air yang tahan banting, karena dapat bertahan hidup di sungai yang tercemar.

Tapi, benarkah ikan sapu-sapu bisa tahan dari kerusakan lingkungan dan ancaman besar yang muncul dari perubahan iklim? Apa yang membuat jenis ikan satu ini diyakini demikian? Berikut penjelasannya.

1. Mengenal ikan sapu-sapu

(al tuttle/flickr)

Bukan asli Indonesia, ikan sapu-sapu sebenarnya adalah satwa air yang secara alami berhabitat di kawasan Amerika Selatan. Lebih tepatnya, ikan ini ditemui secara alami di kawasan perairan Amazon dan Suriname.

Ikan yang memiliki nama latin Hypostomus plecostomus ini secara global dikenal dengan nama suckermouth fish. Hal tersebut lantaran mereka memiliki kebiasaan menghisap makanannya dengan bentuk mulut yang unik.

  3 fakta unik bumi yang tak banyak diketahui

Di Indonesia, hewan satu ini bersifat invasif. Karena memiliki karakter hidup di air tawar, keberadaannya banyak ditemukan di sungai, danau, atau rawa-rawa

Secara umum, satwa air ini berukuran panjang sekitar 40-50 sentimeter, ciri yang paling khas dari ikan satu ini adalah warna sisiknya yang hitam dan abu-abu, kadang disertai dengan pola bergaris berwarna cokelat.

Perlu diketahui, bahwa ikan ini adalah pemakan segala. Tak heran jika di Indonesia, ikan ini dikenal dengan nama sapu-sapu karena kerap ‘membersihkan’ dan memakan apapun yang ada di dasar sungai. Meski sebenarnya, di habitat asli mereka ikan sapu-sapu biasa memakan alga.

2. Tahan banting terhadap perubahan iklim?

Anggapan yang menyebut bahwa ikan sapu-sapu tahan terhadap kondisi perubahan iklim adalah karena ketahanan mereka yang bisa hidup di sungai tercemar sekalipun. Bukan tanpa alasan, ternyata mereka termasuk ikan yang dapat bertahan hidup di lingkungan dengan kadar oksigen sangat rendah.

Lain itu, mereka juga dapat tinggal di air tawar dengan ekstrem entah itu dalam kondisi suhu air yang dingin atau pada sungai yang mengering. Terlebih pada wilayah sungai Jakarta misalnya, ikan sapu-sapu juga dapat hidup dengan baik di perairan kotor dan berlumpur.

  4 jenis sampah dapur yang bisa jadi pupuk tanaman

Fakta menarik lain, selain melalui insang ikan satu ini juga bernapas melalui kulit. Bukan cuma itu, mereka disebut mampu bertahan sampai 30 jam tanpa air, karena memiliki kemampuan menyimpan oksigen di dalam perut mereka.

Hal lain yang membuat ikan ini bersifat invasif adalah karena kemampuan reproduksinya yang tinggi. Bayangkan, dalam kondisi hidup di lingkungan ekstrem saja, ikan sapusapu tetap bisa bertelur hingga sebanyak 300 butir di alam liar.

Ragam kemampuan bertahan hidup di kondisi ekstrem tersebut, yang membuat ikan ini diklaim mampu bertahan hidup dalam situasi perubahan iklim.

3. Tetap bisa mati juga

Ikan sapu-sapu yang mati (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Meski disebut sebagai ikan yang tahan banting, nyatanya beberapa waktu lalu fenomena tak terduga terjadi. Di mana ribuan ekor ikan sapu-sapu terlihat mati mengambang di salah satu wilayah sungai Jakarta.

Hal tersebut sedikit menyimpulkan bahwa sekuat apapun hewan memiliki daya bertahan hidup, jika pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi sangat parah pada akhirnya akan berakhir mati.

Fenomena kematian ribuan ekor ikan ini terjadi di bulan Juli 2022. Setelah diselidiki lebih jauh oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, rupanya terungkap jika penyebab kematian massal ikan sapu-sapu itu diduga kuat berasal dari aktivitas domestik yang tidak biasa.

  Serangan angin puting beliung melonjak sepekan terakhir

Adapun aktivitas domestik yang dimaksud adalah pembuangan limbah dan meningkatnya intensitas pencemaran air yang terjadi.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata