Bencana atau apapun namanya dari Yang Maha Kuasa disebabkan oleh perbuatan kita berupa dosa-dosa mendustakan aturan-Nya. Dosa-dosa itu menggerakan sesar atau patahan, dimana itu sesar itu sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya.
Kedatangan bencana itu bisa datang pada malam hari ketika kita terpulas atau pagi hari ketika sedang asik bermain atau datang tanpa diduga. Upaya menolak kehadiran bencana adalah tiada lain dengan mengikuti semua regulasi Yang Maha Esa. Akhirnya keberkahan akan datang dari langit dan bumi Nusantara.
Pengertian bencana
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Yahun 2007, Tentang Penanggulangan Bencana, sangat jelas sekali beberapa definisi mengenai bencana dan kebencanaan.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
- Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.
- Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam, yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
- Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia, yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Jenis gempa Cianjur
Gempa Cianjur adalah gempa tektonik yang disebabkan oleh pergerakan Sesar tertua di tanah Pasundan yaitu Sesar Cimandiri. Sebelumnya gempa serupa terjadi di Padalarang (1910), Rajamandala (1982), Cianjur (1844) dan Kalapanunggal Sukabumi (2000).
Terbaru, gempa Cianjur terjadi pada, Senin (21/11/2022), pukul 13.21 WIB, yang masuk dalam kategori gempa dangkal yang berpusat di 10 km arah barat daya dari Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Titik gempa berada di 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.
Kekuatan Gempa Cianjur
Untuk mengukur kekuatan gempa digunakan skala magnitudo yang dinilai lebih akurat sebagai pengukur kekuatan gempa. Sedangkan Skala Richter (SR) adalah istilah ukuran kekuatan gempa yang pertama kali digunakan oleh Charles F. Richter, seorang seismolog di Institut Teknologi California pada 1935.
Kekuatan gempa pada sumbernya dapat juga diukur dari energi total yang dilepaskan oleh gempa tersebut. Energi yang dilepaskan oleh gempa biasanya dihitung dengan mengintegralkan energi gelombang sepanjang kereta gelombang (wave train) yang dipelajari (misal gelombang badan) dan seluruh luasan yang dilewati gelombang (bola untuk gelombang badan, silinder untuk gelombang permukaan), yang berarti mengintegralkan energi keseluruh ruang dan waktu.
Kekuatan gempa Cianjur bermagnitudo 5,6 dan tidak tergolong megathrust. Gempa dirasakan oleh masyarakat Bogor, Sukabumi, Bandung, Depok, dan DKI Jakarta.
Sesar di Tanah Pasundan
- Sesar Cimandiri.
Patahan geser aktif ini mempunyai panjang kurang lebih 200 km yang memanjang dari muara Sungai Cimandiri Pelabuhan Ratu-Citarik-Cadasmalang-Ciceureum–Cirampo–Pangleseran-Cibeber Cianjur-Padalarang Bandung Barat- Tangkuban Parahu Subang.
- Sesar Baribis
Sesar Baribis adalah sesar aktif yang membentang dari timur hingga barat pulau Jawa. Sesar Baribis merupakan sesar terpanjang di Pulau Jawa. Sesar ini melintasi sisi barat Subang dan Purwakarta, Karawang, Bekasi, Depok, Jakarta hingga Tangerang dan Raskasbitung.
- Sesar Lembang
Sesar Lembang adalah sebuah patahan geser aktif yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Sesar Lembang mengalami pertemuan dengan Sesar Cimandiri di Padalarang. Patahan ini memanjang dari Padalarang hingga Jatinangor yang kira kira memiliki jarak sekitar 29 Km.
Sesar Lembang sendiri terbagi menjadi dua Segmen (bagian), yakni segmen barat dan segmen timur sehingga gempa yang diakibatkan memiliki skala yang berbeda-beda. Pergerakkan Sesar Lembang mencapai 3 milimeter/tahun.
Akan tetapi, segmen-segmen tersebut memiliki pergerakan tersendiri sehingga pergerakkan Sesar Lembang tidak Sempurna. Meski begitu, kecepatan pergerakan Sesar Lembang selalu berubah-ubah.
Ancaman dan kerawanan bencana Cianjur

Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
Cianjur merupakan daerah di tanah Pasundan yang rawan bencana, karena secara umum tanahnya tersusun oleh endapan kuarter berupa batuan rombakan gunung api muda (breksi gunung api, lava, tuff) dan aluvial sungai.
Sebagian batuan rombakan gunung api muda tersebut juga telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter yang menyusun wilayah ini pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi.
Selain itu, morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan juga berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Morfologi wilayah pusat gempa Cianjur tersebut pada umumnya berupa dataran hingga dataran bergelombang dan perbukitan.
Dampak negatif gempa Cianjur
Dengan catatan jumlah korban hingga ratusan, 13.400 orang mengungsi, 2.345 rumah rusak, 1 RSUD Cianjur rusak ringan, 4 unit gedung pemerintah rusak, 3 unit sarana pendidikan rusak, dan 1 unit sarana ibadah rusak, gempa Cianjur juga berdampak pada porak porandanya bangunan di beberapa wilayah, di antaranya 46 rumah rusak di Kabupaten Bogor, 443 rumah rusak di Kabupaten Sukabumi, dan sebanyak 14 unit rumah rusak di Kota Sukabumi.
Dampak positif gempa
Perlu kita ketahui juga bencana alam juga mempunyai dampak positif dan negatif bagi kehidupan, seperti :
- Gempa bumi yang membuat mineral dan batu mulia naik ke permukaan sehingga lebih mudah untuk ditambang;
- Letusan gunung berapi yang membuat tanah menjadi lebih subur karena abu vulkanik yang mengendap;
- Gempa bumi yang membuat daratan-daratan baru dan pelebaran pantai;
- Meningkatkan kewaspadaan manusia, dan
- Memicu ilmuwan-ilmuwan untuk menciptakan teknologi baru yang bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana alam.
Mitigasi bencana melalui kearifan lokal

Besarnya potensi bencana merangsang nenek moyang kita untuk belajar bagaimana cara menghadapi atau memitigasi bencana.
Cara tersebut menjadi satu budaya yang terbalut dalam kearifan lokal bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih dipelihara oleh masyarakat lokal di Indonesia.
- Suku Minang dengan arsitektur Rumah Gadang di Sumatera Barat yang dibuat sedemikian rupa tanpa menggunakan paku untuk meminimalisir dampak gempa bumi.
- Suku Baduy juga mempertahankan kearifan lokalnya dalam menghadapi gempa bumi yaitu dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan dalam membangun rumah. Dalam hal ini, bahan bangunan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lentur, seperti bambu, ijuk, dan kiray supaya rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak boleh didirikan langsung menyentuh tanah. Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh sehingga lingkungan suku baduy jarang mengalami kerusakan. Dalam pembuatannya, rumah tidak boleh menggunakan paku dan hanya menggunakan sasak dan tali ijuk. Dengan demikian, meski terjadi gempa bumi, tercatat lingkungan masyarakat Baduy belum pernah mengalami kerusakan hebat.
- Kampung Naga yang dapat dijadikan sumber pembelajaran khususnya dalam pengelolaan sebagai berikut : Zonasi penggunaan lahan yang mengalokasikan daerah penyangga lebih besar dari yang dipergunakan (3:1) menghasilkan kesimbangan lingkungan, sengkedan/terracering secara teknologi terbukti efektif mencegah erosi dan longsor apalgi dengan mempergunakan batu sebagai penguat tebing teras, keberadaan hutan tetap terpelihara sebagai fungsi klimatologis, hidrologis dan ekologis, dengan adanya alokasi tata ruang di kawasan kampung Naga daur ulang air dilakukan secara alami dan kebersihan air yang masuk ke sungai dan sawah menjadi terpelihara dan rumah panggung dengan konstruksi kayu sistem knockdown terbukti efektif terhadap kerusakan disaat gempa.
- Suku Dayak dalam mencegah dan meminimalisir bencana serta menjaga kelestarian lingkungan di Kalimantan Tengah masih dijalankan dengan baik. Seperti, masih dilaksanakannya kegiatan jipen (hukuman) bagi masyarakat yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Atau misalnya bagi masyarakat yang membakar hutan dengan sengaja, melakukan kegiatan menangkap ikan dengan cara menuba (meracun) ikan disungai, membakar atau menebang tanaman yang berbuah seperti duren dan manggis. Sehingga masyarakat tidak sewenang-wenang dalam bertindak.