Setiap tanggal 21 September diperingati sebagai Hari Tanpa Emisi atau Zero Emission Day. Seperti yang diketahui, selama ini emisi karbon merupakan salah satu isu dan penyebab utama dari situasi pemanasan global atau krisis iklim.
Emisi karbon merupakan senyawa kimia yang bersifat merusak lingkungan dan berasal dari sebagian besar kegiatan yang dilakukan umat manusia sehari-hari. Lebih detail, yang dimaksud emisi karbon biasanya terdiri dari karbon dioksida, metana, dinitrogen oksida, gas berfluorinasi, dan lainnya.
Sedangkan bentuk aktivitas yang menyebabkan terproduksinya senyawa tersebut di antaranya pembakaran berbagai bahan bakar fosil. Misal, kendaraan berbahan bakar minyak bumi dan batu bara.
1. Jejak Hari Tanpa Emisi

Menilik sejarahnya, Hari Tanpa Emisi pertama kali dipelopori oleh Ken Wallace. Ia meluncurkan sebuah situs web di Nova Scotia, Kanada, yang isinya menyerukan agar setiap tanggal 21 September menjadi hari di mana tidak ada bahan bakar fosil yang dikonsumsi.
Pesannya sendiri cukup sederhana, yakni “memberi planet kita satu hari libur dalam setahun”. Saat itu, seruan yang dimaksud diterjemahkan ke dalam 12 bahasa agar mudah dijangkau banyak orang.
Dasar pemikiran Ken adalah selama ini semua orang mendapat ‘hari istirahat’. Jadi mengapa tidak memberikan istirahat planet Bumi dari emisi dan polusi.
Karena itu saat ini, Hari Tanpa Emisi telah bertransformasi menjadi gerakan lingkungan di seluruh dunia. Tujuannya sudah jelas, yakni untuk mendorong aksi nyata secara global selama 24 jam, dalam mengurangi dampak dari pembakaran bahan bakar fosil dan sejenisnya.
2. Besar emisi karbon yang saat ini dihasilkan
Dari permasalahan lingkungan yang terjadi, akhirnya disimpulkan jika saat ini sejumlah negara sedang menekan produksi emisi karbon. Tujuannya adalah untuk menjaga agar kenaikan suhu bumi kurang dari 2 derajat celsius.
Salah satu upaya untuk memenuhi target tersebut adalah dengan menekan angka emisi karbon. Deep Decarbonization Pathways Project (DDPP), menjadi salah satu lembaga dunia yang melakukran riset mengenai seberapa banyak angka karbon yang harus ditekan, terutama oleh negara-negara industri.
Misalnya, DDPP menetapkan bahwa untuk menahan kenaikan suhu global hingga 2 derajat celsius atau kurang, setiap orang di bumi rata-rata tidak boleh menghasilkan jejak karbon tahunan sebesar 1,87 ton pada tahun 2050
Sebagai gambaran, saat ini di Amerika Serikat, jejak karbon rata-rata penduduknya per kapita adalah sebesar 18,3 ton. Sementara itu di China adalah 8,2 ton. Bagaimana dengan Indonesia? Menukil Katadata, rata-rata emisi karbon yang dihasilkan penduduk Indonesia per kapita masih berada di angka 3 ton per tahun.
Karena itu, memang bisa dibilang bahwa ‘PR’ memangkas emisi karbon ini merupakan tugas yang berat. Namun bukan berarti tidak mungkin, sejatinya ada sejumlah upaya ringan yang seharusnya bisa dilakukan semua orang untuk meminimalisir emisi sesuai target rata-rata dunia yakni 1,87 ton.
3. Cara termudah minimalisir emisi

Tidak perlu upaya besar, kita memang belum bisa berkontribusi dalam kebijakan atau perjanjian internasional untuk memberantas isu krisis iklim. Namun, upaya sederhana dapat dilakukan lewat beberapa hal berikut:
- Efisien terhadap penggunaan energi, seperti mematikan peralatan yang menggunakan listrik jika tidak sedang digunaka. Misalny kipas angin, Air Conditioner (AC), charger ponsel, dispenser, mesin cuci, televisi dan lainnya
- Mengurangi frekuensi pemakaian kendaraan pribadi. Sebagai alternatif bisa menggunakan transportasi umum untuk jarak jauh. Atau menggunakan sepeda atau berjalan kaki untuk jarak tempuh kurang dari 2 kilometer,
- Membeli makanan sesuai dengan porsi dan tidak berlebihan untuk mengurangi waste food,
- Membawa kantong belanja sendiri saat berbelanja,
- Efisien dalam penggunaan air bersih atau sesuai dengan kebutuhan,
- Mengurangi waktu pemakaian ponsel, laptop, serta PC atau hanya digunakan sesuai dengan kebutuhan, dan
- Menanam pohon untuk membantu menyerap kembali emisi karbon dan gas rumah kaca yang dihasilkan dalam kehidupan sehari-hari.