Era awal warung kopi, munculkan kontroversi dan menjadi musuh negara

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Warung kopi (didi sadili/Flickr)

Pada masa kini warung kopi (warkop) menjadi sangat populer bagi masyarakat, hampir di semua kota di seluruh dunia tempat ini menjadi kawasan yang paling banyak dikunjungi. Bahkan kini minum kopi di warkop telah menjadi sebuah budaya masyarakat modern.

Namun ketika bentuk awal warung kopi di mulai pada era Kekaisaran Utsmaniyah, ternyata tempat ini sempat menimbulkan banyak perdebatan dan kontroversi. Banyak kalangan menyebut tempat ini sebagai biang kejahatan hingga di larang negara.

Lalu bagaimana sejarah warung kopi? Dan mengapa tempat ini pernah di larang pada awal berdirinya? Berikut uraiannya:

1. Kedai yang kontroversi

Warung kopi (Aris/Flickr)

Pada awal era Kekaisaran Utsmaniyah, warung kopi ternyata telah menimbulkan banyak perdebatan dan kontroversi moralitas. Warung kopi berulang kali dilarang dan bahkan dinyatakan tidak bermoral. Hal ini diungkap oleh tim peneliti gabungan dari Turki, Inggris, dan Amerika.

Sekira tahun 1550-an, warung kopi bukanlah tempat yang bagus untuk berdiskusi. Pada periode awal ini mereka memikat pelanggan dengan lebih dari sekadar kopi. Penelitian mengatakan bahwa pelanggan terlibat dalam perjudian, menggunakan narkoba hingga bertemu dengan anak laki-laki muda cantik.

  Keagungan Gunung Gede Pangrango, tempat sakral bagi masyarakat Sunda

“Pelanggan warung kopi juga melakukan atau menonton hiburan seperti teater boneka, pendongeng,  pertunjukan musik dan tari,” papar para peneliti yang dimuat National Geographic.

Para peneliti menyebut kedai kopi adalah perusahaan yang kontroversial. Sehingga kegiatan yang terjadi di kedai kopi itu memunculkan kontroversi bagi kalangan agama. Dengan demikian, warung kopi berulang kali di larang oleh negara. 

2. Warung kopi dibakar

Warung kopi (David Henderson/Flickr)

Warung kopi terus berkembang. Pada abad keenam belas dan ketujuh belas, masyarakat Utsmaniyah dari semua lapisan masyarakat mulai bertemu untuk minum kopi, bersosialisasi, hingga berdiskusi dengan beragam topik.

Namun wacana yang muncul di kedai kopi seringkali menentang otoritas negara dan agama serta membawa perubahan di masyarakat. Di sisi lain orang-orang yang sering datang ke warung kopi membentuk budaya sendiri.

“Temuan kami menunjukkan bahwa perlawanan multipartai yang dilakukan oleh konsumen dan pemasar, pertama-tama menantang otoritas negara dan agama dan kemudian mengubahnya.”

Pada 1600 an, ketika warung kopi menyebar ke seluruh kekaisaran Utsmaniyah, putaran kedua penindasan kopi dimulai. Sultan Murad IV Utsmani menyadari bahwa warung kopi adalah tempat di mana orang-orang yang sadar mendiskusikan masalah pemerintah.

  Situs Batu Gajah dan cerita harmoni alam masyarakat Batak

Dirinya takut warung  kopi akan menjadi sumber pemberontakan dan untuk mencegah para komplotan ini menggulingkan Kesultanan, dia melarang mereka. Warung kopi dibakar habis dan siapa pun yang tertangkap dengan secangkir kopi akan mengalami akhir yang mengenaskan.

3. Tersebar ke dunia

Warung kopi (kbrookes/flickr)

Pelarangan ini menyebabkan banyak pedagang kopi di wilayah Kekaisaran Utsmaniyah lari ke Prancis, Italia, dan Austria. Satu demi satu warung kopi bermunculan di Inggris, Belanda, hingga Prancis. Salah satu warung kopi tua masih yang masih bertahan adalah Le Procope di Paris Prancis.

Pada tahun 1700, jumlah warung kopi di London sudah berlipat menjadi 500 kafe. Minum kopi seakan telah menjadi kegemaran baru di antara pedagang-pedagang di Inggris. Walau kecurigaan terhadap kopi belum sirna.

Misalnya pada 1674, muncul pamflet bertajuk The Women’s Petition Against Coffee. Tak jelas siapa yang menulis pamflet itu. Namun yang pasti sebagian besar isi pamflet itu menulis dampak buruk dari minum kopi, salah satunya menyebabkan impotensi pada laki-laki.

  Ragam cerita sejarah Sungai Ciliwung, sumber kehidupan masyarakat Jakarta

Setahun setelah pamflet itu, pada 29 Desember 1675, Raja Inggris Charles II memerintahkan penutupan semua warung kopi. Raja Charles II menitahkan pemberangusan warung kopi setelah ditemukan puisi yang meramalkan kejatuhannya di salah satu cafe.

Namun perintah itu hanya bertahan dua pekan. Setelah mendapat tekanan dari banyak pihak Raja Charles II menarik kembali perintah penutupan warung kopi. Dan hingga kini. tiga setengah abad kemudian, minat kopi tak pernah mati, justru makin digemari.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata