Namanya dahulu adalah Kali Krukut, karena memang merupakan bagian darinya. Tetapi setelah Simon Stevius merancang kota kembar Batavia seluas 105 hektare, tahun 1650, ruas Kali Krukut itu dinamai Groote Rivier atau Kali Besar.
Kawasan nan cantik ini kemudian populer disebut Ratu dari Timur atau Permata dari Asia. Demi menjaga kebersihan kali JP Coen melarang orang membuang sampah dan kotoran rumah tangga ke kali.
Lalu bagaimana sejarah Kali Besar pada zaman VOC? Dan bagaimana juga penampakannya saat ini? Berikut uraiannya:
1. Kali Besar

Namanya dahulu adalah Kali Krukut, karena memang merupakan bagian darinya. Tetapi setelah Simon Stevius merancang kota kembar Batavia seluas 105 hektare, tahun 1650, ruas Kali Krukut itu dinamai Groote Rivier atau Kali Besar.
Kali Besar memisahkan Batavia Timur dan Batavia Barat. Batavia Timur – kini Jalan Kali Besar Timur dibangun sebagai kawasan permukiman, perkantoran dan gudang rempah milik orang Eropa, terutama Belanda yang tergabung dalam VOC.
Sementara itu Batavia Barat menjadi permukiman, kantor, dan pergudangan rempah orang Eropa, terutama Inggris, yang tergabung dalam kongsi dagang Inggris (East India Company/EIC), juga para saudagar, kapitan, dan mayor China.
Sejarawan Jakarta, Candrian Attahiyat menjelaskan rancangan saluran air di Oud Batavia (Kota Tua Batavia) hanya mengandalkan tiga kanal utama, yaitu Kali Besar, Kali Semut, Kali Ji La Keng atau Kali Perniagaan.
“Saluran aliran air kali dan saluran-saluran penghubung dialirkan ke ketiga kanal ini,” katanya yang dimuat Kompas.
2. Ratu dari Timur

Candrian menyebut Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC yang membangun kota kembar berdasarkan rancangan Simon Stevius sangat keras dan teliti mengikuti pembangunan Oud Batavia.
“Transportasi, taman kota, saluran air, hingga jalur pedestrian, dia ikut pembangunannya,” ucapnya.
Tidak heran, jelasnya, kawasan nan cantik ini kemudian populer disebut Ratu dari Timur atau Permata dari Asia. Demi menjaga kebersihan kali JP Coen melarang orang membuang sampah dan kotoran rumah tangga ke kali.
“Yang melanggar dikenai denda 6 rijksdaalder, uang yang cukup besar untuk masa itu,” tegasnya,
Tahun 1661, arsitek air Phoa Beng Ham membangun kanal baru yang menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kali Besar. Kali yang diapit Jalan Gajah Mada (dulu Molenvliet Oost) dan Jalan Hayam Wuruk (Molenvliet West) itu dinamai Molenvliet.
Tahun 1810, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan Weltevreden (Lapangan Benteng). Meski demikian Oud Batavia tidak diabaikan.
“Kali besar diluruskan dan dibangun kembali sehingga kapal berukuran sedang bisa kembali merapat sampai tepian Kali Besar,” ujar Candrian.
3. Keindahan pasca revitalisasi

Setelah proyek revitalisasi Kali Besar kini juga digandrungi wisatawan yang sudah bosan berjalan-jalan di area Kota Tua. Letaknya yang tak jauh dari Stasiun Jakarta Kota dan Halte Transjakarta Kota itu memudahkan masyarakat yang ingin berkunjung.
Kali ini didesain dengan inspirasi Sungai Cheonggyecheon, Seoul, Korea Selatan, kemudian diresmikan oleh Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pada 2018 silam.
Beberapa spot menarik di Kali Besar adalah Taman Apung, Jembatan, patung unik, dan beberapa bangku di pinggir kali. Taman Apung menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Kali Besar.
Di bawahnya, kali yang dulunya kumuh dan dipenuhi sampah telah berubah jadi spot yang menarik dijadikan latar mengambil foto. Sedangkan jembatan yang menghubungkan jalan antara Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur ini jadi tujuan para wisatawan untuk berfoto.
Andi, warga Bekasi, Jawa Barat, mengaku sengaja datang ke lokasi dan telah merencanakan konsep foto prawedding bersama pasangannya. Mereka terlihat antusias berpose walau di bawah teriknya sinar matahari.
“Iya nih (foto prawedding), tadinya rencana mau di depan Museum Fatahillah, tapi ramai, di sini sepi dan santai,” ujarnya yang dimuat Jawa Pos.