Kisah pohon-pohon Soekarno yang terekam abadi

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Ilustrasi pohon saat senja (Madani Mohamed/Flickr)

Soekarno memiliki beragam sisi unik yang menarik diulas, salah satunya tentang kecintaannya terhadap alam dan pepohonan. Mungkin banyak yang belum tahu, kecintaan pria kelahiran Surabaya kepada tanaman dan alam berangkat dari masa kecilnya.

Hidup dalam keterbatasan sejak kecil, Bung Karno sering memanfaatkan alam di sekitar tempat tinggalnya untuk ladang bermain dengan kawan-kawannya. Kecintaannya ini ternyata berdampak terus hingga dirinya menjadi tokoh bangsa. Beragam pohon yang dirinya tanam masih terawat hingga kini.

Lalu bagaimana kisah presiden pertama Indonesia ini mengenal alam? Mengapa Soekarno juga mencintai pohon dan sering memberikannya sebagai hadiah kenegaraan, berikut uraiannya:

1. Kecintaannya kepada pohon

Soekarno dan istri (Achmad Rabin Tamim/Flickr)
Soekarno dan istri (Achmad Rabin Tamim/Flickr)

Kecintaan Soekarno pada pohon atau tanaman berangkat dari masa kecilnya yang dekat dengan alam. Karena tidak memiliki uang, sejak kecil dirinya mencari segala permainan yang tentunya tidak mengeluarkan biaya. Salah satu permainan yang bisa dirinya mainkan adalah memanjat pohon.

Dalam buku otobiografinya karya Cindy Alam berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengaku sering memanjat pohon jambu di perkarangan rumahnya. Ketika sedang memanjat, dirinya pernah menjatuhkan sarang burung milik ayahnya, walhasil dipukulah pantatnya dengan rotan.

  Inilah kodok tebu raksasa, sang peneror lingkungan di Australia

Sementara itu didekat rumahnya pernah tumbuh sebatang pohon dengan daun yang lebar. Daun ini memiliki ujung kecil, lalu mengembang lebar di pangkalnya dan tangkainya panjang seperti dayung. Ketika daun itu gugur, jadi momen membahagiakan Soekarno dan kawan-kawannya, karena mereka bisa bermain sado-sadoan.

Pada bagian tengah mereka akan jadikan kereta sado yang mengangkat penumpang, pada ujungnya ditarik oleh seseorang yang memerankan sebagai kuda. Sementara itu, tidak seperti kawan yang lain, Soekarno lebih memilih menjadi kuda ataupun kusir.

2. Soekarno, pancasila, dan pohon

Patung Soekarno Ende (Johanes Randy Prakoso/Flickr)
Patung Soekarno Ende (Johanes Randy Prakoso/Flickr)

Sejak 9 Desember 1930, Bung Karno menghabiskan hari-harinya di Lapas Sukamiskin. Setelah bebas pada 31 Desember 1931, dirinya langsung menjalani pembuangan di Ende, Flores. Di tempat ini, Soekarno merasa terasing, selain tidak memiliki pekerjaan, dirinya pun jauh dari teman-teman seperjuangannya.

Pada masa pengasingan inilah, banyak waktu buatnya untuk berpikir. Sebuah pohon kluwih yang tumbuh di depan rumahnya, menjadi saksi Bung Karno merenung berjam-jam tentang kondisi negerinya. Selain pohon kluwih, pohon sukun juga menjadi pelarian bagi dirinya.

Ketika memandang pohon sukun, Soekarno sekilas membayangkan pekerjaan Trimurti dalam agama Hindu. Dirinya melihat Dewa Brahma dalam tunas yang berkecambah di kulit-kulit kayu yang keabu-abuan. Melihat Dewa Syiwa dalam dahan-dahan mati yang gugur. Sedangkan Dewa Wisnu dalam buah yang lonjong berwarna hijau.

  Bobeto, sumpah turun-temurun masyarakat Kalaodi untuk menjaga alam

Ketika bersandar pada pohon sukun yang bercabang lima, sembari memandang indah pemandangan teluk. Konon Soekarno mendapat inspirasi untuk mensintesiskan nilai-nilai leluhur ke dalam sila (Pancasila). Dasar negara yang kelak mempersatukan Indonesia.

“…Di sana (di bawah pohon sukun), dengan pemandangan ke laut lepas tiada yang menghalangi, dengan laut biru yang tidak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung dan di mana sesekali seekor kambing yang sedang berpetualang lewat sendirian, di sana itulah aku duduk melamun jam demi jam,” cerita Soekarno.

3. Soekarno dan pohon keabadian

Jalan Soekarno di Maroko (Tjetjep Rustiandi/Flickr)
Jalan Soekarno di Maroko (Tjetjep Rustiandi/Flickr)

Dikabarkan oleh Historia, mantan Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa Maulwi Selan mengakui bahwa Bung Karno sangat menyukai tanaman. Menurutnya, untuk mengisi waktu luang selain membaca dan bercengrama, Bung Karno suka berkebun.

Soekarno di beberapa tempat juga menyempatkan menaman sebuah pohon. Di Berastagi, ketika dirinya dibuang saat agresi militer kedua, Bung Karno pernah menanam pohon beringin di perkarangan rumah yang menjadi tempat penahanannya.

Pada 1960, dirinya juga pernah menanam pohon beringin di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pohon ini sekarang dikenal dengan nama Beringin Soekarno. Sedangkan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), pada 3 April 1961, Soekarno pun pernah menaman pohon tusam pinus merkusii yang masih tegak hingga kini.

  Keindahan Priangan dalam kenangan Franz Wilhelm Junghuhn

Tentunya yang paling fenomenal adalah saat Soekarno melakukan ibadah haji pada 1955. Dirinya membawa banyak bibit pohon mimba dan juga beberapa ahli untuk mengurusnya.

Bibit-bibit ini kemudian ditanam di Padang Arafah, dan pada gilirannya menghijaukan padang gersang. Untuk menghormatinya, Kerajaan Saudi menyebutnya dengan nama Syajarah Soekarno atau pohon Soekarno.

Kecintaan Soekarno kepada pohon membuatnya bercita-cita di makamkan di tempat yang teduh oleh pepohonan. Dirinya hanya ingin di makamkan secara sederhana, terlihat tenang, dekat dengan alam dan masyarakat. 

“Aku mendambakan bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus…,” ujar Soekarno berwasiat.

Artikel Terkait