Pasca berakhirnya Kerajaan Pajajaran (Bagian 6): Toponomi Bogor

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Kebun Raya Bogor (michugila/Flickr)

Tak ada yang tak mengenal Kota Bogor. Kawasan berjuluk Kota hujan itu memang tak bisa dilepaskan dari sejarah kejayaan kerajaan Sunda terbesar, Pajajaran.

Untuk memahami arti dari kata Bogor, penulis memilih dua asal kata Bogor dengan tidak ingin terpengaruh oleh kosa kata Buitenzorg dari kreasi kolonial Belanda sehingga kita mendapatkan makna yang sebenarnya.

Bogor berasal dari kata “Bokor”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), bokor, tembokor adalah pinggan besar yang cekung dan bertepi lebar yang biasanya terbuat dari logam (kuningan). Bokor berfungsi sebagai tempat menyimpan sirih, rempah-rempah, cincin, gelang, kalung, dan asesoris lainnya yang terbuat dari tembaga bahkan ada juga dari emas.

Pendapat ini didasarkan pada topografis Bogor yang wilayahnya dikelilingi oleh beberapa gunung, seperti gunung  Salak, Gede, Pangrango, Mandalawangi Tugu Selatan, Joglo Tugu Selatan, Kencana Tugu Utara, Kapur Ciampea, Munara Rumpin, Putri Citeureup, dan Pancar seperti sebuah cekungan atau bokor yang dapat menampung semua bentuk potensi dan kekayaan yang sangat bernilai lainnya.

Bogor bermakna pohon kawung/enau/aren

Pohon aren termasuk dalam suku Aracaceae (pinang-pinangan), dengan ciri utama batangnya tidak berduri, tidak bercabang, tinggi dapat mencapai 25 meter dengan diameter batang dapat mencapai 0,5 meter.

  Pasca berakhirnya Kerajaan Pajajaran (Bagian 1): Penyebab runtuhnya Pakuan Pajajaran

Tangkai daun aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helai daun panjangnya dapat mencapai 1,45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lilin.

Kita sudah sejak lama mengenal pohon aren sebagai pohon yang dapat menghasilkan bahan-bahan untuk industri kerajinan. Hampir sebagian produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis.

“Robbana maa kholaqta khaadza batilan”.

Akar (untuk obat tradisional), batang (untuk berbagai peralatan dan tepung), ijuk (untuk keperluan bangunan bagian atap), daun (khususnya daun muda untuk pembungkus dan merokok), demikian pula dengan hasil produksinya seperti buah dan nira dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.

Ada empat jenis pohon yang termasuk kelompok aren, yaitu: Arenga Pinata, Arenga Undulatitolia Bree, Arenga Westerhoutii Grift, dan Arenga Ambcang Becc. Di antara jenis tersebut yang sudah dikenal manfaatnya adalah Arenga Pinata, yang dikenal sehari-hari dengan nama aren atau enau.

Pohon aren hampir mirip pohon kelapa. Perbedaannya, jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas), maka batang pohon aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk, sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya.

Oleh karena itulah, batang pohon aren sering ditumbuhi banyak tanaman jenis paku-pakuan. Ijuk dihasilkan dari pohon aren yang telah berumur lebih dari 5 tahun sampai dengan tongkol-tongkol bunganya keluar. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil.

  Rafflesia arnoldii R.Br pertama kalinya di dunia mekar di luar habitatnya

Demikian pula pohon yang berbunga kualitas ijuknya kurang baik, karena lempengan-lempengan ijuk yang baru dilepas dari pohon aren masih mengandung lidi-lidi ijuk.

Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir yang terbuat dari logam, sedangkan ijuk yang sudah dibersihkan dapat dipergunakan untuk membuat tambang ijuk, sapu ijuk, atap ijuk dan lain-lain.

Pendapat ini berdasarkan sebuah pantun yang dibuat dan selalu dibacakan oleh Pak Cilong, seorang warga Kebon Pedes yang buta hurup dan tidak bisa melihat tetapi mukasyafah (terbuka mata batinnya).

Pantun tersebut yang berjudul “Ngadegna Dayeuh Padjajaran (berdirinya Kota Padjajaran), dimana dalam pantun ini disebutkan bahwa Bogor berarti tunggul kawung. Berikut teks dari pantun Pak Cilong tersebut:

“NGADEGNA DAYEUH PAJAJARAN”

  • Tah di dinya, ku andika adegkeun eta dayeuh laju ngaranan Bogor (Di tempat itu, dirikanlah olehmu sebuah kota lalu beri nama Bogor).
  • Sabab Bogor teh hartina tunggul kawung (sebab Bogor itu artinya pohon aren).
  • Ari tunggul kawung emang ge euweuh hartina (Pohon aren itu memang tidak artinya).
  • Euweuh soteh ceuk nu teu ngarti (Tidak ada artinya bagi yang tidak paham).
  • Ari sababna, ngaran mudu Bogor (Sebabnya harus bernama Bogor).
  • Sabab Bogor mah dijieun suluh teu daek hurung teu melepes tapi ngelun haseupna teu mahi dipake muput (Sebab Bogor itu jika dibuat kayu bakar tidak mau menyala tetapi juga tidak pernah padam bahkan terus membara, asapnya tidak cukup dipake muput).
  • Tapi amun dijieun tetengger (Tapi kalau dibuat sebagai penyanggah).
  • Sanggup nungkulan windu kuat milangan mangsa (mampu melampaui waktu, kuat melintasi zaman).
  • Amun kadupak (kalau tersenggol).
  • Matak borok nu ngadupakna (bisa melukai yang menyenggolnya).
  • Moal geuwat cageur tah inyana (tidak akan cepat sembuhnya).
  • Amun katajong? (Kalau tertendang).
  • Mantak bohak nu najongna (bisa melukai yang menendangnya).
  • Moal geuwat waras tah cokorna (itu kaki akan lama sembuhnya).
  • Tapi, amun dijieun kekesed? (Tapi, kalau dibuat menjadi keset).
  • Sing nyaraho isukan jaga pageto (semuanya harus mengetahui, bahwa besok lusa).
  • Bakal harudang pating kodongkang nu ngawarah si calutak (akan bangkit berkeliaran memberi pelajaran orang yang tidak sopan).
  • Tah kitu! (Begitulah).
  • Ngaranan ku andika eta dayeuh, Dayeuh Bogor! (Berilah nama olehmu itu kota, Kota Bogor!).
  Tim Salam Tanggap siap evakuasi bencana banjir dan tanah longsor di Bogor

(Bersambung)

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata