Stegodon, hewan purba yang tercatat pernah hidup di wilayah Indonesia

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Stegodon (Carlos Urdiales/Flickr)

Ada banyak jenis hewan purba yang dalam berbagai catatan literatur diyakini pernah hidup di masa lampau namun kini sudah punah. Mulai dari jenis hewan besar di habitat air seperti megalodon, hingga jenis hewan besar di darat seperti dinosaurus hingga mamut. Masih ada satu jenis hewan purba lain yang diyakini pernah hidup di wilayah Indonesia, yakni stegodon.

Stegodon cukup menarik untuk dibahas, karena nyatanya wujud jenis hewan purba satu ini masih sering menimbulkan kebingungan untuk dibedakan dengan mamut.

Seperti apa sebenarnya perbedaan stegodon dengan mamut, dan benarkah di masa lampau hewan satu ini hidup di Indonesia?

1. Asal usul famili stegodon dan mamut

(Twitter @themammothside)

Apabila dilihat dari fisik khususnya rangka fosil atau tulang yang selama ini ditemukan, memang tak ada yang berbeda dari wujud mamut dan stegodon. Bahkan jika dibandingkan dengan gajah modern yang masih hidup di masa kini.

Perlu diketahui, hewan yang saat ini kita kenal sebagai gajah beserta spesies pendahulunya di masa purba, masuk dalam klasifikasi mamalia bergading yang berasal dari ordo Proboscidea.

Ordo tersebut, terbagi lagi ke dalam tiga familia yakni Gomphotheriidae, Stegodontidae, dan Elephantidae. Secara historis, gajah modern yang hidup di masa kini lebih berkerabat dekat dengan mamut di mana keduanya sama-sama berasal dari famili Elephantidae. Sedangkan stegodon berasal dari famili Stegodontidae.

2. Perbedaan hewan stegodon dan mamut

Stegodon (Carlos Urdiales/Flickr)

Perbedaan paling mencolok dari hewan-hewan ini dapat dilihat dari gadingnya. Disebutkan bahwa gading stegodon sejatinya dapat tumbuh hingga lebih dari 10 kaki atau setara 3 meter lebih. Di mana panjang tersebut juga dapat setara dengan sepertiga panjang tubuhnya.

  Bayi mamut beku berusia 30.000 tahun ditemukan di Kanada

Hewan mamut sebenarnya memiliki gading yang cukup panjang di mana bisa tumbuh hingga mencapai 5 meter. Namun biasanya, gading mamut cenderung berbentuk melengkung dibandingkan gading stegodon dengan bentuk yang cenderung lebih lurus.

Lain itu pada gajah modern dan mamut, posisi kedua gading biasanya memiliki jarak yang renggang sehingga belalai hewan tersebut bisa berada di tengah antara keduanya. Hal tersebut berbeda dengan stegodon yang memiliki rangka gading cukup rapat atau berdekatan. Sehingga belalai stegodon kerap berada di bagian atas atau samping gading.

Perbedaan juga dapat dilihat dari segi bobot, di mana mamut diketahui memiliki tinggi bahu antara 2,6-3,4 meter, dengan berat mencapai 4 ton. Sedangkan stegodon pada spesies terbesarnya memiliki tinggi maksimal mencapai 3,9 meter dengan berat sekitar 12,5 ton.

Terakhir dari segi postur tubuh stegodon diyakini memiliki bentuk tubuh yang besar dan kekar, sehingga kerap kali dinamai sebagai binaragawan gajah.

Di Indonesia sendiri laporan penemuan fosil purba mamalia bergading lebih banyak menjurus kepada stegodon. Jika menilik catatan historisnya, dari sekitar 12 spesies stegodon yang berhasil teridentifikasi hingga saat ini. Memang terdapat 4 spesies stegodon yang pada masa lampau disebut pernah berada di Indonesia.

  Berharganya cokelat yang pernah jadi alat pembayaran oleh Suku Maya

Spesies yang dimaksud terdiri dari Stegodon florensis dan Stegodon sondaari (Flores), Stegodon sompoensis (Sulawesi), dan Stegodon trigonocephalus (Jawa).

3. Jejak kehidupan stegodon di Indonesia

Penemuan fosil stegodon (Dok. ITB)

Fosil stegodon banyak ditemukan di Indonesia, khususnya di pulau-pulau bagian barat seperti Sumatra, Jawa (Situs Cisaat, Ngandong, Patiayam, Sangiran, Trinil), dan Flores. Meskipun kebanyakan spesimen fosil yang ditemukan hanya berupa gigi atau tulang rahang, namun terkadang ditemukan pula fosil tulang paha (femur) dan gading.

Contoh jejak penemuan fosil stegodon yang pernah tercatat di antaranya terjadi pada tahun 2018 lalu, oleh tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB). Tim Laboratorium Paleontologi ITB juga berhasil menemukan sepasang gading stegodon raksasa di wilayah Majalengka, Jawa Barat.

Dari hasil penemuan, tim ITB pun mengonfirmasi jika gading tersebut berasal dari spesies Stegodon trigonocephalus.

Di penghujung tahun 2021 nyatanya juga ditemukan gading lain yang berlokasi di lereng Pegunungan Patiayam, Kudus, Jawa Tengah. Lebih pendek, fosil gading stegodon yang ditemukan memiliki ukuran sekitar 1,5 meter.

  Teladan Nabi Yusuf dalam upaya membangun ketahanan pangan

Masih dilihat dari segi historis, ada penjelasan sendiri mengapa fosil-fosil stegodon yang ditemukan di Indonesia memiliki ukuran yang beragam dan cenderung kecil. Memiliki salah satu ciri yang sama seperti gajah modern, stegodon diyakini merupakan salah satu perenang handal.

Kemampuan itu yang membuat stegodon mampu menjelajah pulau di seluruh Asia hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Diyakini bahwa dalam perjalanannya, beberapa populasi stegodon yang terisolasi mengalami fenomena yang dinamakan insular dwarfism.

Insular dwarfism adalah proses dan kondisi hewan besar yang berevolusi atau memiliki ukuran tubuh yang menyusut. Hal tersebut terjadi lantaran populasinya terbatas pada lingkungan kecil terutama pulau-pulau.

Di samping itu, penyusutan ukuran juga disebabkan karena terbatasnya ruang dan makanan yang tersedia. Sehingga dalam kehidupan selama beberapa generasi, ukuran hewan besar perlahan menjadi mengecil.

Kondisi itulah yang terjadi pada spesies Stegodon sondaari yang hidup di Flores, dengan berat yang hanya sekitar 660 pon atau 300 kilogram. Stegodon sondaari juga merupakan mamalia bergading yang diyakini hidup bersama manusia purba yang ada di Flores, yakni Homo floresiensis.

Artikel Terkait

Terbaru

Humanis

Lingkungan

Berdaya

Jelajah

Naradata