Urban farming atau praktik pertanian di perkotaan memang kian populer di Indonesia. Meski begitu, praktik dalam skala besar masih belum terlalu banyak dilakukan, apalagi dalam skala industri.
Di Indonesia, pihak yang melakukan praktik urban farming secara luas dan memiliki ekosistem distribusinya sendiri bisa dihitung jari. Sebagian besar bahkan masih dilakukan dalam skala rumahan, dan dijual kepada konsumen perorangan atau berdasarkan kekerabatan dan komunitas. Yang artinya, praktik urban farming ini belum membentuk industri.
Namun, lain hal dengan praktik urban farming di belahan dunia lainnya. Di sejumlah negara, praktik urban farming justru lebih populer ketimbang pertanian konvensional. Hal tersebut nyatanya bisa terjadi, lantaran masyarakat mereka sudah membentuk industri dan kebiasaan mengonsumi pangan nabati yang berasal dari petani urban farming.
Di negara mana saja urban farming jadi hal populer? Berikut 4 di antaranya:
1. Argentina

Pada tahun 2001 Argentina pernah dilanda keruntuhan atau krisis ekonomi yang menyengsarakan rakyat mereka, salah satunya dalam hal pasokan pangan. Namun kini, negara tersebut dipandang sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam.
Bukan hanya itu, hal lain yang dikenal maju dari negara satu ini adalah sektor pertaniannya. Tentu proyek pertanian yang diaplikasikan di negara ini adalah pertanian perkotaan yang sekarang berkembang pesat.
Lahirnya praktik pertanian di kota awalnya menjadi solusi bagi Argentina untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perkotaan yang kesulitan ekonomi. Kini, kota-kota besar di negara tersebut nyatanya memiliki program terbaik dalam hal pertanian di perkotaan.
Salah satunya, mereka memiliki program penawaran akses bagi penduduk berpenghasilan rendah ke lahan publik. Akses lahan publik tersebut boleh digunakan oleh penduduknya untuk menanam berbagai bahan pangan, dan sudah difasilitasi dengan alat dan persediaan yang dibutuhkan.
Salah satu program pertanian perkotaan yang sudah mumpuni di Argentinya bernama Programa de Agricultura Urbana (PAU). Awalnya hanya berupa skala kecil, namun kini program tersebut telah menghasilkan hampir 2.500 ton pasokan pangan setiap tahun.
2. Australia
Berpaling dari benua Amerika, di Melbourne, Australia, pemandangan berupa taman yang diisi oleh para anggota komunitas dan perkebunan jalanan sudah jadi hal yang biasa.
Pada sejumlah taman yang dijumpai di titik-titik kota, biasanya kerap dilakukan pengelolaan atau proses produksi kompos yang dilakukan secara mudah. Lain itu, sejumlah kawasan perumahan di negeri Kanguru tersebut juga sudah sangat familiar dengan kepemilikan kebun atau lahan urban farming mereka sendiri.
Bahkan tak jarang, biasanya hasil panen dari pertanian mandiri setiap masyarakatnya juga mereka sisihkan, dan dikumpulkan untuk diberi kepada penduduk lain yang membutuhkan.
3. Kanada
Berbeda dengan beberapa negara yang mungkin baru menerapkan praktik urban farming di era modern, terungkap jika Kanada justru telah memulai praktik ini sejak lama. Dikatakan bahwa praktik pertanian di pemukiman atau perkotaan telah dilakukan Kanada sejak masa Perang Dunia II.
Bukan hanya itu, bahkan ada sebuah program menarik yang dapat ditemui di provinsi Saskatchewan, provinsi yang disebut sebagai wilayah tercerah Kanada. Di kawasan tersebut, terdapat program magang pemuda untuk mendorong para siswa untuk belajar dan berpartisipasi dalam pertanian perkotaan.
Proyek pertanian perkotaan yang mereka jalankan dalam program tersebut dinamakan kiscikanis. Menariknya, program magang tersebut tidak hanya bisa diikuti oleh siswa asli Kanada atau Saskatchewan, melainkan juga dapat diikuti oleh siswa asing.
4. Kolumbia
Di Medellín, Kolombia, taman atau lahan pertanian kota bisa dibilang menjadi salah satu penduduknya bertahan hidup memenuhi kebutuhan pangan. Bahkan, kantor Walikota di wilayah tersebut memiliki sebuah program yang disebut Huertas con Vos, yang artinya Taman Dapur Perkotaan dan Pedesaan.
Pemerintah Medellín mengembangkan program tersebut untuk memastikan ketahanan pangan dan makan sehat bagi penduduk di kota mereka.
Dalam praktiknya, warga atau penduduk yang memiliki lahan setidaknya 10 meter persegi di rumah mereka dapat mengikuti program ini. Penduduk yang berpartisipasi akan diberikan alat dan benih yang mereka butuhkan untuk memulai urban farming.
Fasilitas tersebut juga dilengkapi dengan pembekalan oleh para pakar untuk menanam dan merawat kebun mereka. Hasilnya, banyak keluarga yang tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, namun banyak juga yang akhirnya menjual kelebihan hasil panen dan memperoleh keuntungan.