Sebagai makhluk hidup, hewan lazimnya juga perlu melakukan proses reproduksi atau tahap perkawinan untuk bisa memiliki anak dan mempertahankan keberadaan spesies mereka. Berbeda dengan manusia, hewan yang memiliki ribuan ragam spesies di dunia ini juga memiliki karakteristik perkembangbiakan yang berbeda pula bergantung dari masing-masing jenis.
Sebelumnya, bahadur menyampaikan informasi mengenai sederet hewan yang bisa dibilang memiliki kebiasaan perkawinan atau kehidupan seksual yang terbilang ekstrem, bahkan lebih ‘ganas’ ketimbang manusia.
Kali ini kebalikannya, ternyata di sisi lain ada sejumlah hewan yang justru bisa berkembang biak tanpa sama sekali melalui proses perkawinan. Bagaimana hal itu bisa terjadi dan apa saja jenis hewan yang dimaksud? Berikut daftarnya.
1. Lebah madu cape (cape honey bee)

Lebih jenis ini adalah satu-satunya dari sebanyak 20.000 spesies lebah di dunia yang bisa berkembang biak tanpa bantuan lebah jantan. Banyak terdapat di wilayah Afrika, karena bisa menetaskan telur tanpa perlu dibuahi pejantan maka ketika menetas seluru telur yang dimaksud hanya akan menghasilkan lebah betina.
Memiliki nama ilmiah Apis mellifera capensis, proses kemandirian reproduksi yang dimiliki oleh lebah jenis ini oleh para ilmuwan dikenal dengan sebutan Thelytoky. Thelytoky ialah bentuk partenogenesis yang memungkinkan lebah pekerja untuk meletakkan diploid atau dua kromosom yang membuat telur penghasil lebah betina.
2. Kadal New Mexico

Sama halnya seperti lebah madu cape, hewan yang diketahui bisa berkembang biak tanpa adanya pembuahan dari pejantan juga datang dari salah satu reptil berjenis kadal yakni kadal New Mexico atau (New Mexico Whiptail).
Bagi kadal proses tersebut dikenal dengan istilah partenogenesis, yaitu jenis reproduksi aseksual di mana sel telur wanita dapat berkembang menjadi embrio tanpa sperma. Hasilnya setiap kali bereproduksi dengan metode ini, kadal akan menghasilkan maksimal empat telur yang seluruhnya akan menetas menjadi kadal betina.
3. Komodo

Hewan satu ini menarik karena memang dikenal sebagai satwa endemik Indonesia, reptil yang dikenal mampu memangsa hewan besar ini awalnya tidak diketahui mampu bereproduksi secara partenogenetis setidaknya sejak tahun 200.
Waktu itu, salah satu komodo yang berada di London Zoo dilaporkan bertelur padahal sudah lama tidak memiliki kontak dengan komodo berkelamin jantan selama lebih dari dua tahun. Awalnya, diduga komodo itu menyimpan sperma sampai butuh untuk digunakan, tapi setelah ditelusuri anggapan tersebut ternyata terbukti salah.
Klasifikasi sebagai hewan yang mampu melakukan proses partenogenesis semakin kuat setelah kejadian yang sama mulai banyak terjadi pada sejumlah komodo yang berada di penangkaran lain di seluruh dunia.
4. Ular piton

Reptil lain yang juga dikenal mampu berkembang biak secara partenogenesis adalah ular piton. Sama halnya seperti komodo, peristiwa pertama yang mengungkap kalau preadator puncak ini mampu menghasilkan telur tanpa berhubungan dengan ular jantan terjadi di sebuah penangkaran atau Kebun Binatang Saint Louis, Amerika Serikat.
Waktu itu, ular piton tertua berusia 62 tahun yang sudah tidak melakukan kontak dengan ular jantan selama lebih dari 15 tahun dilaporkan mengerami telurnya. Pada kasus ini, sejumlah ilmuwan mengungkap kalau ular betina yang bereproduksi secara partenogenesis memang bisa menyimpan sperma dari pejantan dan melakukan pembuahan secara tertunda.
Tapi kemampuan menyimpan sperma berdasarkan fenomena yang pernah ada disebut hanya bertahan selama tujuh tahun sejak kontak dengan pejantan. Karena itu, saat ini sejumlah ilmuwan disebut masih melakukan penelitian terkait kejadian tersebut.
5. Laba-laba goblin

Kerap dikenal juga dengan sebutan goblin spider, spesies ini sebenarnya adalah laba-laba terkecil di dunia yang ukurannya hanya sekitar 1-3 milimeter. Diketahui berasal dari Iran dan menyebar di Eropa, misteri yang belum terjawab justru karena ilmuwan belum pernah menemukan adanya laba-laba goblin pejantan.
Sama halnya seperti lebah madu cape, laba-laba goblin menghasilkan diploid atau dua kromosom yang membuat telur penetas lebah betina. Fakta lainnya, ilmuwan menyebut jika setiap generasi berikutnya spesies hewan yang lahir dari metode ini menunjukkan tingkat kesuburan yang lebih rendah, tapi spesies tersebut terus bereproduksi dengan cara yang sama.