Bukti nyata dari dampak mengerikan kondisi krisis iklim kembali muncul. Kali ini perubahan lingkungan yang terjadi dilaporkan berlokasi di samudra terbesar kedua dunia, yakni Samudra Atlantik.
Bukan berupa penemuan kandungan mikroplastik seperti yang selama ini banyak diberitakan. Tapi dampak yang terjadi adalah punahnya organisme yang punya peran penting dalam rantai makanan ekosistem perairan, yakni plankton.
Apa yang sebenarnya terjadi, dan seberapa parah kondisi tersebut saat ini? Berikut penjelasannya.
1. 90 persen plankton samudra atlantik hilang

Konfirmasi mengenai punahnya 90 persen kehidupan plankton dikonfirmasi oleh sebuah tim peneliti yang berbasis di Edinburgh. Mengutip Marine Industry News, dijelaskan bahwa tim yang dimaksud telah menghabiskan waktu dua tahun untuk mengumpulkan sampel air dari Samudra Atlantik.
Lebih detailnya, tim peneliti Global Oceanic Environmental Survey Foundation atau GOES telah mengumpulkan sampel dari Atlantik dan Karibia. Dari Skotlandia, mereka berlayar di sepanjang pantai Prancis dan Portugis. Adapun saat ini, mereka dilaporkan masih melakukan penelitian lebih lanjut dan sedang berada di Kolombia, sebelum lanjut berlayar ke Panama.
Dr. Howard Dryden, salah satu ahli biologi kelautan dalam tim tersebut sekaligus mantan penasihat Pemerintah Skotlandia menjelaskan kondisi yang sebenarnya.
“Itu (plankton) akan hilang dalam waktu sekitar 25 tahun. Hasil penelitian kami mengonfirmasi penurunan 90 persen produktivitas primer plankton di Atlantik. Bisa dikatakan, jika Samudra Atlantik sekarang hampir mati.” ujarnya.
2. Lagi-lagi karena plastik

Sementara itu mengutip keterangan yang dimuat Sunday Post, diyakini jika penyebab utama dari terjadinya situasi tersebut adalah polusi bahan kimia dari sampah plastik. Sebelumnya, fenomena berkurangnya plankton di lautan sendiri diyakini sudah terjadi sejak tahun 1940-an.
Dijelaskan jika saat melakukan penelitian pada sampel air atlantik yang diperoleh, para peneliti berharap akan menemukan setidaknya lima potongan/partikel plankton yang terlihat di setiap 10 liter air. Tapi nyatanya, rata-rata hanya kurang dari satu partikel yang ditemukan.
Yang menyedihkan, mereka awalnya memperkirakan hanya menemukan 20 bintik mikroskopis partikel beracun per liter air atlantik. Tapi sebaliknya, yang ditemukan justru sebanyak 100-1.000 partikel beracun.
Kondisi di atas yang membuat para peneliti menyimpulkan jika plankton di lautan menghadapi kehancuran total lebih cepat dari yang diperkirakan.
3. Memahami peran penting plankton

Plankton mungkin merupakan salah satu organisme terkecil yang hidup di bumi. Tapi di balik wujudnya yang tak terlihat, ada peran besar yang mereka mainkan. Secara sederhana, plankton berperan besar dalam hal rantai makanan.
Plankton merupakan makanan utama bagi krustasea atau udang-udang kecil yang biasanya menjadi makanan bagi berbagai jenis ikan. Selanjtunya, ikan-ikan itu lah yang punya peran besar bagi ekosistem laut, salah satunya sebagai sumber pangan umat manusia.
Di sisi lain, plankton nyatanya juga punya peran dalam membantu lautan menyerap karbon dan mengeluarkan bahan kimia dimetil sulfida. Di mana bahan kimia tersebut merupakan komponen yang membantu dalam proses penciptaan awan.
Kelebihan karbon yang dibarengi dengan masuknya kontaminasi bahan kimia buatan manusia, akan menyebabkan tingginya titik keasaman di air laut. Hal tersebut berlawanan dengan plankton yang hanya bisa tumbuh subur di perairan basa, dan akan larut atau hilang di air yang punya sifat asam.
Kondisi tersebut yang diyakini terjadi selama proses hilangnya 90 persen organisme plankton di Samudra Atlantik.
“Plankton adalah sistem pendukung kehidupan bagi planet ini. Dan umat manusia tidak dapat bertahan hidup tanpanya, akibatnya akan sangat mengganggu.” tambah Dr. Howard lagi.